Dalil Kewajiban Dakwah




عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” [HR. Bukhari]
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa saja yang melihat kemungkaran hendaknya ia mengubah dengan
tangannya. Jika dengan tangan tidak mampu, hendaklah ia ubah dengan
lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu maka ubahlah dengan hatinya;
dan ini adalah selemah-lemah iman.” [HR. Muslim]
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَا يُعَذِّبُ
الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ
ظَهْرَانَيْهِمْ وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا
يُنْكِرُوهُ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَذَّبَ اللَّهُ الْخَاصَّةَ
وَالْعَامَّةَ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengadzab orang-orang secara
keseluruhan akibat perbuatan mungkar yang dilakukan oleh seseorang,
kecuali mereka melihat kemungkaran itu di depannya, dan mereka sanggup
menolaknya, akan tetapi mereka tidak menolaknya. Apabila mereka
melakukannya, niscaya Allah akan mengadzab orang yang melakukan
kemungkaran tadi dan semua orang secara menyeluruh.” [HR. Imam Ahmad]
حَدَّثَنَا قُتَيْبَةُ حَدَّثَنَا عَبْدُ
الْعَزِيزِ بْنُ مُحَمَّدٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو عَنْ عَبْدِ
اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ عَنْ حُذَيْفَةَ بْنِ الْيَمَانِ عَنْ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
لَتَأْمُرُنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلَتَنْهَوُنَّ عَنْ الْمُنْكَرِ أَوْ
لَيُوشِكَنَّ اللَّهُ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عِقَابًا مِنْهُ ثُمَّ
تَدْعُونَهُ فَلَا يُسْتَجَابُ لَكُمْ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ
حَسَنٌ حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ حُجْرٍ أَخْبَرَنَا إِسْمَعِيلُ بْنُ
جَعْفَرٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ أَبِي عَمْرٍو بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ
“Demi Dzat Yang jiwaku ada di dalam genggaman tanganNya, sungguh
kalian melakukan amar makruf nahi ‘anil mungkar, atau Allah pasti akan
menimpakan siksa; kemudian kalian berdoa memohon kepada Allah, dan doa
itu tidak dikabulkan untuk kalian.” [HR. Turmudzi, Abu ‘Isa berkata, hadits ini hasan]
Riwayat-riwayat di atas merupakan dalil
yang sharih mengenai kewajiban dakwah atas setiap Mukmin dan Muslim.
Bahkan, Allah swt mengancam siapa saja yang meninggalkan dakwah Islam,
atau berdiam diri terhadap kemaksiyatan dengan “tidak terkabulnya doa”.
Bahkan, jika di dalam suatu masyarakat, tidak lagi ada orang yang
mencegah kemungkaran, niscaya Allah akan mengadzab semua orang yang ada
di masyarakat tersebut, baik ia ikut berbuat maksiyat maupun tidak.
Kenyataan ini menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa hukum dakwah adalah
wajib, bukan sunnah. Sebab, tuntutan untuk mengerjakan yang terkandung
di dalam nash-nash yang berbicara tentang dakwah datang dalam bentuk
pasti. Indikasi yang menunjukkan bahwa tuntutan dakwah bersifat pasti
adalah, adanya siksa bagi siapa saja yang meninggalkan dakwah. Ini
menunjukkan, bahwa hukum dakwah adalah wajib.
Urgensi Dakwah
Pada dasarnya, urgensitas dakwah bagi kehidupan manusia telah digambarkan oleh Rasulullah saw di dalam sebuah haditsnya :
مَثَلُ القَائِم عَلى حُدُودِ الله
وَالرَاقِع فِيها كَمثلِ قَوم اشتَهَمُّوا عَلى سَفِينَةٍ فَأصَابُ بَعضهُم
أَعْلاهَا وَبَعْضُهُم أَسْفَلهَا فَكانَ الَّذِينَ في أَسْفَلِهَا اِذَا
اسْتَقُوْا مِن اْلماَءِ مرُّوْا عَلى مَنْ فَوْقهُمْ، فَقَالُوْا لَوْ
أَنا خَرَقْنَا في نَصِيْبِنَا خَرْقًا وَلَم نُؤْذِ مَنْ فَوْقِنا، فَإِنْ
تَرَكُوْهُم وَمَا أَرَادُوْا هَلَكُوْا جَمِيْعًا، وَإِنْ أَخَذُوْا عَلى
أَيْدِيْهِمْ نَجُّوْا وَنَجُّوْا جَمِيْعًا
“Perumpamaan orang-orang yang mencegah berbuat maksiat dan yang melanggarnya adalah seperti kaum yang menumpang kapal. Sebagian dari mereka berada di bagian atas dan yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atasnya. Lalu mereka berkata: ‘Andai saja kami lubangi (kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami’. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), akan binasalah seluruhnya. Dan jika dikehendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan selamatlah semuanya”. (HR. Bukhari)
Di dalam hadits ini, Rasulullah saw
mengibaratkan aktivitas dakwah dengan tindakan yang ditujukan untuk
mencegah perbuatan melubangi kapal. Jika orang yang berada di bawah
kapal hendak mengambil air, tentunya ia harus naik ke atas kapal, baru
mengambil air. Namun jika ia hendak mengambil air dengan cara melubangi
kapal, tentunya ini akan membahayakan dirinya dan semua orang yang ada
di dalam kapal tersebut. Oleh karena itu, tindakan orang yang hendak
melubangi kapal wajib dihentikan. Sebab, jika orang itu dibiarkan saja
melubangi kapal, niscaya kapal akan karam, dan binasalah orang yang
melubangi kapal itu dan semua orang yang ada di atas kapal.
Dari sini kita bisa menyimpulkan, bahwa
dakwah adalah aktivitas yang sangat urgen untuk menyelamatkan kehidupan
umat manusia dari kehancuran dan kenistaan. Lebih dari itu, dakwah tidak
hanya menyelamatkan orang-orang yang melakukan maksiyat saja, akan
tetapi juga akan menghindarkan seluruh ummat manusia dari dampak buruk
akibat kemaksiyatan dan kedzaliman.
Sebaliknya, jika di tengah-tengah
masyarakat sudah tidak ada lagi orang yang mau berdakwah, niscaya
kemaksiyatan akan merajalela, para pendzalim akan merajalela, dan Allah
swt akan meratakan adzab kepada siapa saja yang ada di masyarakat
tersebut. Lebih dari itu, Allah tidak akan menerima doa seseorang hingga
di tengah-tengah masyarakat itu dilaksanakan dakwah Islam dan amar
ma’ruf nahi ‘anil mungkar. Tidak hanya itu saja, jika di tengah-tengah
masyarakat sudah tidak ada lagi dakwah, niscaya akan muncul kerusakan
(fasad) yang akan menjadi sebab datangnya adzab dari Allah swt.
Atas dasar itu, dakwah tidak boleh
ditinggalkan dan diabaikan. Meninggalkan dan mengabaikan aktivitas
dakwah, sama artinya dengan meninggalkan kewajiban; dan pelakunya akan
dikenai siksa kelak di hari akhir.
Ditinjau dari sisi pelaksana dakwah,
dakwah dapat dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, dakwah yang dilakukan
oleh negara; kedua, dakwah yang dilakukan oleh individu, dan ketiga,
dakwah yang dilakukan oleh kelompok (partai).
Dakwah Oleh Negara
Dakwah yang dilakukan oleh negara
berkisar pada tugas menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia dengan
jihad dan dakwah, serta tugas melindungi ‘aqidah umat. Oleh karena itu,
dakwah yang dilakukan oleh negara tidak cukup hanya dengan menjalankan
diplomasi dan dakwah propaganda belaka, akan tetapi ia juga wajib
menyiapkan kekuatan fisik yang ditujukan untuk menghancurkan
halangan-halangan fisik yang menghambat masuknya dakwah Islam ke sebuah
negara. Selain itu, negara juga bertugas menegakkan peradilan di
tengah-tengah masyarakat, dan menghukum siapa saja yang melakukan tindak
maksiyat dan dosa. Negara juga berkewajiban melakukan tindakan-tindakan
preventif yang ditujukan untuk menangkal dan mencegah terjadinya tindak
maksiyat dan dosa.
Dakwah Oleh Partai, Jama’ah, atau Harakah
Adapun dalam konteks dakwah berjama’ah;
sebuah partai, jama’ah, hizb, atau harakah bertugas untuk melakukan; (1)
dakwah menyeru kepada Islam, dan (2) amar ma’ruf dan nahi ‘anil
mungkar. Tugas jama’ah dakwah harus dibatasi pada aktivitas-aktivitas
semacam ini. Partai berbeda dengan individu dan negara. Oleh karena itu,
tugas-tugas dakwah yang hanya dibebankan kepada negara tidak boleh
dilaksanakan oleh partai, jama’ah, dan harakah. Demikian juga aktivitas
dakwah yang hanya dibebankan kepada individu, maka jama’ah atau partai
tidak boleh mengambil alih tugas dakwah tersebut. Ketentuan semacam ini
didasarkan pada firman Allah swt, “
“Dan hendaklah ada di antara kamu
segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang
ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. (QS Ali Imran (3) : 104)
al-Dlahak berkata, “Mereka itu adalah
khusus para shahabat dan khusus para al-ruwah, yakni Mujahidin dan para
Ulama”. Abu Ja’far al-Baqir berkata,
“Rasulullah saw membaca “wal takum minkum
ummatun yad’uuna ila al-khair”, kemudian berkata, “al-khair adalah
mengikuti al-Quran dan Sunnahku.” [HR. Ibnu Mardawaih].
(Menurut Ibnu Katsir) Maksud ayat ini
adalah hendaknya ada firqah (kelompok) dari umat ini (umat Islam) yang
melaksanakan kewajiban tersebut (yad’una ila al-khair wa ya’muruuna bi
al-ma’ruf wa yanhauna ‘an al-mungkar), meskipun kewajiban tersebut
berlaku untuk setiap individu umat ini;
seperti yang telah ditetapkan di dalam
Shahih Muslim dari Abu Hurairah, “Siapa saja diantara kalian yang
melihat kemungkaran, maka hendaklah ia ubah dengan tangannya; jika tidak
mampu hendaklah ia ubah dengan lisannya, dan jika tidak mampu, maka
ubahlah dengan hatinya, dan ini adalah selemah-lemah iman.”[HR. Muslim] [Imam Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, surat Ali Imron:104]
Walhasil, Allah swt telah memerintahkan
kepada umat Islam agar membentuk kelompok yang tugasnya dakwah kepada
Islam, dan amar ma’ruf nahi ‘anil mungkar.
Dakwah Oleh Individu
Pada dasarnya, setiap individu Muslim
diperintahkan untuk melaksanakan dakwah Islam sesuai dengan kadar
kemampuannya. Sebab, setiap individu Muslim adalah mukallaf yang
dibebani dengan sejumlah hukum syariat. Diantara hukum syariat yang
dibebankan Allah adalah dakwah. Oleh karena itu seorang Muslim wajib
mengemban dakwah Islam sesuai dengan batas-batas yang telah ditetapkan
oleh syariat.
Banyak nash-nash syariat yang menyebutkan
kewajiban dakwah bagi setiap individu Mukmin.
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah saw bersabda:
Dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah saw bersabda:
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً
“Dari ‘Abdullah bin ‘Umar ra dituturkan, bahwasanya Rasulullah saw bersabda, “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat.” [HR. Bukhari]
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا
فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ
لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ
“Siapa saja yang melihat kemungkaran
hendaknya ia mengubah dengan tangannya. Jika dengan tangan tidak mampu,
hendaklah ia ubah dengan lisannya; dan jika dengan lisan tidak mampu
maka ubahlah dengan hatinya; dan ini adalah selemah-lemah iman.” [HR. Muslim]
Tidak hanya itu saja, seorang Mukmin juga
diperintahkan untuk berjihad fi sabilillah, baik dengan harta dan jiwa
mereka. Bahkan, ia diperintahkan untuk mendahulukan jihad fi sabilillah
di atas aktivitas yang lain. Allah swt berfirman:
قُلْ إِنْ كَانَ ءَابَاؤُكُمْ
وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ
وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا
وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: “Jika bapa-bapa, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan
rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai
daripada Allah dan Rasul-Nya dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka
tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya.” Dan Allah tidak
memberi petunjuk kepada orang-orang fasik.” [At-Taubah:24]
Al-Quran juga membandingkan perbuatan-perbuatan baik di dalam Islam dengan aktivitas jihad fi sabilillah. Allah swt berfirman:
أَجَعَلْتُمْ سِقَايَةَ الْحَاجِّ
وَعِمَارَةَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ كَمَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لَا يَسْتَوُونَ عِنْدَ اللَّهِ
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
“Apakah (orang-orang) yang memberi
minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus Masjidil
Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan
hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi
Allah; dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim.” [At-Taubah:19]